Alaika Robby Fakhrony
20218427 - 2EB18
Tulisan 2 - Kasus 1 : Korban Dugaan Malapraktik
di Kedoya Akan Ajukan Gugatan Perdata
Aspek Hukum Dalam Ekonomi#
MENGANALISA KASUS TERKAIT HUKUM PERDATA
JAKARTA,
KOMPAS.com - Seorang mantan pasien Rumah Sakit Grha Kedoya, Jakarta, yaitu S
akan menggugat secara perdata rumah sakit itu terkait dengan dugaan malapraktik
tahun 2015. , mengatakan rencana gugatan itu terkait kasus dugaan malapraktik
tahun 2015.
"Jadi
kami sudah bertemu manajemen rumah sakit. Tidak ada titik temu. Rumah sakit
mengakui ada kesalahan dari dokter tapi seolah-olah menyalahkan dokternya. Kami
akan lari ke gugatan perdata segera," kata hukum S, Hotman Paris Hutapea,
di RS Grha Kedoya, Selasa (10/7/2018).
Hotman
menyatakan bahwa seharusnya pihak RS juga ikut bertanggung jawab atas kejadian
tersebut. "Sesuai pasal 1367 KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggung
jawab atas perbuatannya sendiri tapi juga perbuatan orang yang bekerja pada
dirinya. Saat korban masuk RS, semua biaya operasi kan juga masuk ke RS,"
kata Hotman.
S
diduga menjadi korban malapraktik saat menjalani operasi kista tahun 2015.
Ia
mendatangi dokter internis di Rumah Sakit Grha Kedoya pada tanggal 20 April
2015 karena merasakan sakit di bagian perut setelah melakukan olahraga Muay
Thai.
Oleh
dokter internis ia disuruh melakukan tes USG (ultrasonography). Dari hasil tes
USG, ditemukan indikasi kista di perutnya sehingga ia direkomendasikan ke dokter
kandungan berinisial HS.
Pada
tanggal 21 April 2015, dia menjalani operasi pengangkatan kista dalam keadaan
bius total.
Empat
hari kemudian pada tanggal 24 April 2015, ia baru mengetahui bahwa HS telah
mengangkat dua indung telurnya karena sang dokter dilema ada kemungkinan kanker
pada indung telurnya.
Wakil
Direktur RS Grha Kedoya dokter Hiskia Satrio Cahyadi saat dimintai tanggapannya
mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa memberikan pernyataan terkait kasus yang
menimpa S.
"Dalam
hal ini yang menentukan adalah majelis kehormatan profesi terhadap tindakan
dokter tersebut. Mari kita hormati itu. Kami tidak bisa memberikan statement
secara teknis," kata Hiskia.
ANALISA KASUS
Berdasarkan
dari kasus diatas dapat disimpulkan, bahwa malapraktik
di dunia kedokteran Indonesia masih sering terjadi. malapraktik sendiri
merupakan sebuah kelalaian dari tenaga medis, khususnya dokter atau perawat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki saat memberikan tindakan
pengobatan atau perawatan terhadap pasien. Salah satu penyebab munculnya
kejadian malapraktik yang paling sering menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia, Sudaryatmo, SH, adalah kurangnya komunikasi antara dokter dengan
pasien. Padahal komunikasi antara dokter dan pasien justru dirasakan sebagai
kunci utama dokter dalam menemukan permasalahan dan pengobatan yang tepat.
Kedua, seharusnya pihak Rumah
Sakit juga ikut bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Karena "Sesuai
pasal 1367 KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri tapi juga perbuatan orang yang bekerja pada dirinya. Saat
korban masuk RS, semua biaya operasi kan juga masuk ke RS".
Ketiga,
pasien sebagai pihak korban dari malapraktik, harus mendapatkan hak perlindungan
hukum, sesuai dengan tindakan ilegal yang dilakukan pihak rumah sakit. Sehingga
pasien atau korban tidak merasa dirugikan. Sedangakan menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindangan Konsumen memang tidak menyebutkan
secara spesifik hak dan kewajiban konsumen, tetapi karena pasien juga merupakan
konsumen yaitu konsumen jasa kesehatan maka hak dan kewajibannya juga mengikuti
hak dan kewajiban konsumen secara keseluruhan. Adapun hak konsumen adalah
sebagai berikut :
1) Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2) Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jamainan yang dijanjikan.
3) Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujr mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
4) Hak
untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5) Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
6) Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7) Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin, dan status sosial lainnya.
8) Hak
untuk mendapatkan kompensasi gantu rugi atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaiman
mestinya.
9) Hak-hak
yanng diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Disisi
lain, terjadinya malapraktik ini juga dapat terjadi karena kurangnya
pengetahuan dokter yang bersangkutan mengenai ilmu kedokteran dan penyakit yang
di derita oleh si Pasien. Sehingga dari hal ini tidak menutup kemungkinan
bahwasanya sebagian besar Dokter yang ada di
Negara Indonesia itu masih belum mampu bersaing dengan Dokter di
Negara-negara lain karena masih banyak kecerobohan yang di buat. Peran
pemerintah pun sangat mempengaruhi terjadinya kasus seperti ini. Oleh karena
itu pemerintah harus lebih memperhatikan kasus malapraktik dan memberikan efek
jera kepada pihak rumah sakit atau yang berwewenang, agar kasus malapraktik di
Indonesia tidak meningkat sehingga dikalangan masyakarat tidak terjadi panic attack, serta pihak rumah sakit
harus memberi uang kompensasi kepada korban atau pihak yang dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Comments
Post a Comment